Anak Hampir Mati

Aku pernah diceritai sama Ibu tentang masa aku dikandungan, waktu itu 1991 entah bulannya apa Ibu sama Bapakku pulang dari rantau Jambi. Ya tergolong berhasil lah jika dibandingkan dengan latar belakang pendidikan Bapak dan Ibu yang hanya lulusan SD. Tapi mereka pulang hanya sekedar untuk menengok kampung, bukan kembali ke kampung  dan seterusnya menetap disana. Entah kenapa kemudian yang balik hanya Bapakku, sedang Ibu ditinggal di kampung bersama kakak-kakakku. Barangkali karena perusahan Sawmills tempat dimana Bapak bekerja sedang colaps karena kebakaran atau apa sehingga tujuan bapak kembali ke rantau bukan untuk bekerja kembali melainkan hanya untuk mencoba-coba kembali mencari kerja ditempat lain.

Beberapa bulan ditinggal Bapak, dirumah adalah cobaan yang berat bagi Ibu, dirumah tak disangka-sangka oleh Ibu sendiri kalau beliau mengandung seorang anak. Bagaikan Siti Maryam mengandung Isa AS dalam keadaan tak ada suami yang disampingnya. Beberapa bulan itu juga tak ada kabar dari Bapak dan apalagi kiriman uang. Ibuku katanya hampir putus asa, pernah dia coba minum tumbuhan yang bisa menggugurkan kandungan. Pastilah tiap malam Ibu menangis menanggung derita sendiri, pikirku. Belum juga hubungan Ibu dengan mertua atau kakekku yang baik menambah, pikirku lagi.

Akhirnya Ibu dengan tak kuasa menahan derita dia berangkat lagi menyusul Bapak. Ya bayangkan saja seorang Ibu mengandung menempuh perjalanan Purworejo-Jambi hanya dengan 3anak kecilnya yang masih kecil-kecil. Ya Allah kasihan Ibuku waktu itu, sesampainya bertemu dengan Bapak yang terjadi adalah kurus tak terurus karena kerjanya yang serabutan tak punya kerjaan yang tetap seperti dulu.

Waktu itu Bapak dan Ibu berdiskusi mencari jalan keluar yang tepat. Dan akhirnya pula diputuskan untuk segera pulang saja ke Jawa tak usah balik ke Jambi lagi, sudah waktunya Anak-anak sekolah yang lebih maju di Jawa, begitu kira-kira kata Bapakku. Anak-anak itu adalah Kakak-kakakku, dan yang ada dalam kandungan adalah Aku. Lagipula tak ada lagi kerjaan yang tetap dirantau, seakan jalan  sukses itu telah tertutup bagi pekerja-pekerja Sawmills dimana hutan yang semakin menipis. Lagipula dengan tabungan yang lumayan cukup di Jawa Bapak dan Ibu bisa membuka usaha.

Akhirnya pulang juga Bapak dan Ibu ke Jawa untuk yang selamanya. Aku yanga ada dalam kandungan mungkin tak merasakan betapa susahnya jalan-jalan lintas Sumatera-Jawa.

Dari cerita Ibuku tersebut dapat aku simpulkan siapa diriku, bahwa aku adalah seorang hampir tidak pernah terlahir karena waktu dalam dikandungan pernah diracuni supaya gugur. Bahwa Allah telah mengijinkan aku untuk hidup, untuk menghirup udara bumi ketimbang mati dalam akndungan dan langsung masuk surga. Bahwa aku adalah sejak dalam kandungan sampai menginjak kelahiran adalah seorang yang telah terlalu menyusahkan keluarga, namun aku tak lantas putus asa. Bahwa semenjak aku ada dikandungan aku adalah seorang yang pernah dibawa kemana jauh Jawa-Sumatera sehingga kini aku tak ragu untuk menjadi seorang petualang yang handal, bayangkan saja semenjak dalam kandungan sudah dibawa kemana-mana apalagi ketika besar kelak. Bahwa aku adalah seorang yang terlahir dimana orangtuaku sedang mulai merintis hidup layak dijawa, dikampung dimana kedua orangtuaku itu terlahir. Aku adalah saksi perjuangan orangtuaku memulai hidup dijawa, tanda kebangkitan keluargaku saat itu. Meski keberadaanku adalah sebuah hal yang tak diinginkan sebelumnya.

2 thoughts on “Anak Hampir Mati

  1. penulisjalanan berkata:

    Aku hampir nangis ps Ibu cerita seperti itu, tapi tak kukeluarkan.. 🙂

  2. fusi berkata:

    aduh terharu :,)

Tinggalkan Balasan ke penulisjalanan Batalkan balasan