Kembali Ke Monopoli dan Dominasi?


Saya jujur agak khawatir dengan kondisi saat ini. Terkait situasi politik dunia, politik negara, dan juga ekonomi. Saya benci pikiran liar ini, hal yang membuat saya kadang kehilangan rasa optimisme.

Seperti yang kita tahu, dunia sedang dirundung prahara yang terjadi di Ukraina. Manuver Putin (walaupun saya dapat memahami apa yang dirasakan Putin terhadap tekanan-tekanan yang dunia barat berikan) mau tidak mau dianggap sebagai genderang Perang Dunia Ketiga. Dunia akan kembali pada situasi yang gelap.

Di sisi lain, politik dalam negeri juga semakin kronis. Suara-suara penundaan pemilu, perubahan UUD mengenai masa jabatan Presiden menjadi 3 periode, dan lain-lain semakin ramai. Bahkan wacana ini diungkapkan oleh para petinggi parpol yang mana, mereka adalah perwakilan rakyat di Dewan dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Situasi ekonomi mikro alias akar rumput juga sedang mengalami shifting hebat dari konvensional menuju daring. Kebutuhan primer manusia saat ini menjadi target utama korporasi mendominasi. Mulai dari layanan antar makanan, transportasi, pembayaran, distribusi makanan pokok, belanja online, dan lain-lain saat ini sedang gencar-gencarnya dipertarungkan.

Ketiga hal tersebut dapat ditarik pola yang sama pada muaranya; dominasi dan monopoli.

Saya kembali teringat masa di mana saya berkegiatan KKN semasa kuliah. Desa yang kami tempati memang pelosok yang secara aksesnya sangat susah baik fisik maupun informasi.

Sebetulnya permasalahan akses tersebut, pemerintah bisa dengan mudah mengatasinya. Namun perihal monopoli perdagangan di wilayah itu, adalah suatu problematika yang lain lagi. Rupanya di desa tersebut, terdapat keluarga yang sangat mendominasi. Keluarga tersebut punya segalanya untuk menggerakkan ekonomi Desa. Mulai dari membeli komoditas dari petani, mensuplai kebutuhan pokok dan pertanian dari kota, hingga mengatur distribusi listrik di desa tersebut. Hal ini karena pada masa lampau yang terus menerus hingga kini, Keluarga tersebut berhasil mengikat seluruh warga dalam sebuah komitmen. Contohnya adalah ketika Keluarga tersebut mampu menyediakan keseluruhan kebutuhan masyarakat (melalui mekanisme hutang piutang), ada kewajiban masyarakat untuk menjual hasil buminya ke Keluarga tersebut, entah dengan harga yang layak ataupun tidak. Celakanya, hampir seluruh masyarakat terikat oleh komitmen-komitmen ini karena pada saat tertentu mereka benar-benar terpojok dan hanya Keluarga ini yang mampu ‘menolongnya’.

Apa yang terjadi di dunia Setar Ap saat ini, saya pikir akan berujung pada monopoli juga. Mekanisme funding start up yang mencari Business Plan yang ‘scalable’ mau tak mau akan berujung pada penguasan rantai pasok dan menjadikan Setar Ap tersebut sangat dominan. Tak ada yang menyangka, Tokopakedi dan Gojeg yang dulu diciptakan dengan maksud baik membantu pengemudi ojek dan pedagang retail menemukan pasarnya, malah berkembang menjadi korporasi penyedia one stop shopping mulai dari perbelanjaan segala hal, penyedia transportasi segala moda, penyedia makanan segala rupa, jasa segala kebutuhan, pembayaran, hiburan, dan lain sebagainya.

Setar Ap Tek seperti ePerikanan yang notabene ingin membantu masyarakat peternak ikan dan udang dengan teknologi pun ketika sudah berhadapan dengan funding, harus membuka tangan pada gagasan monopoli rantai pasok untuk peternak mulai dari berjualan pakan, bahkan hasil ternak juga ke khalayak.

Ini bukan soal siapa yang bekerja dimana, tapi lebih ke mekanisme pasar. Jika memang mau mendapat funding, tentu ‘seberapa prospek bisnismu’ menguasai rantai pasok dalam kemaslahatan manusia ini? Pada akhirnya siapapun bisnisnya, nanti akan bersinggungan dan berkompetisi, yang pada akhirnya akan ‘memakan atau dimakan’. Indikasi jelas ada di parameter yang dikejar pada dunia Setar Ap; valuasi dan proyeksi, bukan margin. Jadi seperti berjualan mimpi, pembelinya sesunggunya adalah investor. Jika mimpi-mimpi itu terihat limbung, investor akan diam-diam menjualnya, dan korporasi lebih besar akan menggaetnya, mengurangi persaingan, juga memakan market sisanya. Ini yang terjadi pada Setar Ap Yuber yang dicaplok Greb beberapa tahun lalu. Kedepannya, kita tidak tahu, mana Setar Ap yang mencaplok dan dicaplok, apakah Greb dicaplok ToGo, Syopi yang memakan ToGo, atau bagaimana. Yang jelas di sini, driver yang menjadi entitas besar penyedia layanannya akan semakin ditekan. Terakhir saya naik Greb dari tarif 18rb yang dikenakan ke Saya, driver hanya dapat 12ribu. Dengar cerita kalau setiap hantar makanan dalam radius 3 km, mereka hanya dapat Rp 6.400,-

Situasi politik dalam negeri juga mengalami gejala serupa. Setelah habis-habisan dengan duopoli selama periode pemilihan umum, kini dua kubu yang bersaing sengit tersebut tampak akur dalam pemerintahan, dan wacana penundaan pemilihan umum dan penambahan periode kepemimpinan dari maksimum 2 berturut-turut menjadi 3 periode berturut-turut semakin kencang berhembus. Ini tak lepas dari kompromi-kompromi politis yang terjadi akibat komitmen-komitmen yang muncul dari satu dengan yang lain. Apalagi selama dua tahun lebih didera Covid19, proyek-proyek banyak yang slow down karena anggaran banyak dialihkan ke penanganannya. Sebut saja proyek Ibudesa Negara, sejak wacananya digenjot di awal periode dua, hingga kini tampak lesu saja. Kompromi-kompromi elit politik ini yang semakin memisahkan elite-elite politik dari rakyatnya, semakin jauh mainan mereka. Mengutip cuitan Mas Puthut EA di twitter;

Selanjutnya jika Barat benar-benar akan membantu Ukraina dalam perlawanan terhadap invasi ini, bukan tidak mungkin Perang akan merambat ke urusan global. China sebagai ‘lawan bisnis’ Amerika akan dilibatkan, dan Korea Utara sebagai Jin Ifrit akan dibangunkan untuk membantu Russia melawan ‘Sekutu Baru’. Tapi masalah besarnya, Russia menghadapi sejarah dan paradigma dunia yang telah lama dibangun oleh Amerika. Paradigma yang mengalir melalui media-media arus utama, forum-forum dunia, dan segala bentuk propaganda. Jika menang akan terasing, jika kalah akan semakin kering. Amerika yang terlanjur mengakar dalam nadi dapat segera kembali dan kembali mengukuhkan supremasi menjadi pemimpin dunia, entah berkedok penjaga perdamaian melalui PBB atau terang-terangan mengontrol bumi melalui kebijakan-kebijakan monopoli ekonomi.

Saya benci keresahan ini, karena jika ini benar-benar terjadi, kulminasi dari kehidupan sosial manusia akan segera tercapai dan setelah itu semua akan terpadu pada satu dominasi. Tak ada lagi daya tawar masyarakat yang selama ini menjadi sendi-sendi kehidupan yang menjaga kestabilan. Rajutan kompromi masyarakat dalam bentuk demokrasi akan semakin koyak. Itukah yang selama ini ada pada mimpi-mimpi Barat?

Kiamat?

Tinggalkan komentar