Serpihan Kisah Indah

Wajahnya putih bersih, manis kecil, suaranya lembut, enak didengar, tidak gaduh, yang paling istimewa adalah dia tak pernah tidak tersenyum saat bersamaku. Naja namanya. Entah karena memang dia murah senyum ataupun apa, dan itu yang membuat aku suka. Aku kadang demam panggung sendiri menjadi seorang asing di sampingnya, padahal di pesan singkat atau media elektronik lainnya kami bagaikan orang yang 5tahun telah kenal, padahal kamipun baru kenal  4bulanan.

Belakangan ini dia dan aku sering bertemu, karena di acara umum aku jadi tak pernah demam panggung meski kita duduk berdekatan ataupun berhadapan. Dia masih suka menebar senyum, dan aku merasa begitu tersanjung ketika setiap kulihat wajahnya yang sejuk itu pasti sedang tersenyum. Aku tenggelam dalam kebodohan sendiri yaitu merasa diistimewakan olehnya, padahal belum tentu.

Dia, entah kenapa setiap apa yang dia suka aku juga suka. Bukan karena aku mengiyakan kesukaannya melainkan aku juga punya kesukaan yang sama pula. Dia menyukai olahraga, aku sedari dulu suka olahraga , dia menyukai sastra, aku juga menyukai sastra jauh sebelum aku mengenal dia meskipun kini kutahu dia lebih lama mengenal sastra, dia mulai mengenal sastra sedari kecil sedangkan aku sedari sma. Ketika kutahu ternyata dia suka jalan-jalan kutanyakan jalan-jalan yang kayak apa ternyata tak beda denganku dia menyukai petualangan. Pernah kubaca tulisan tentang mimpi-mimpinya ternyata ada keinginan dia menjadi seorang penulis, maka aku membaca Bumi Manusianya Pramudya aku ingin jadi seorang penulis juga selain menjadi seorang professional dan pengusaha kelak. Aku membaca bumi manusia jauh sebelum kita bertemu.

Aku kini mulai merasai ada seorang yang special di hati ini semenjak kusendiri. Waktu-waktu berlalu dengan bayang-bayang keindahannnya.

Sepertinya sekarang tak ada keraguan untuk kecewa yang kesekian kali. Sungguh dahsyat kawan yang namanya rasa seperti ini. Bisa merubahh sebuah phobia menjadi kesenangan. Pdahal belum tentu juga ini kan menjadi yang selamanya, tapi semua seakan menjamin keselamaan yang abadi. Kuhanay bias terus berusaha, tak ada yang sia-sia dari usaha, jikalau dia ternyata bukan, maka inilah yang jadi kenyataan, toh tuhan pasti punya kehendak yang lain. Jikalah dia benar pilihan dari Yang Maha Kuasa maka itulah yang namanya domino dari segala usaha-usaha.

Jam 15.30 habis kuliahku hari kamis, tak lantas pulang aku. Kewajibanku selanjutnya adalah mengumpulkan kotak-kotak donat dari teman-teman kelompok bisnis. Teman-temanku kayaknya juga pada belum selesai kuliah, lantas aku sholat Ashar dulu. Setelah itu 3kotak kosong wadaH donat sudah ku pegang, tinggal satu lagi yang belum terkumpul. Yaitu dari dia, lumayan juga aku menunggunya.

Sampai kira-kira jam meenunjukkan jam 16 kurang 1 menit dia baru muncul. Tak ada perubahan dari raut wajahnya. Masih cantik layaknya yang kuceritakan di atas. Meski peluh siang tadi yang dialnjutkan kuliah yang pastinya menagntukkan dan dia harus menjualkan donat-donat demi menjadi seorang entrepreneur. Setelah kutahu bahwa dia baru saja sholat, kutahu air wudhulah yang telah menghapus peluh, kantuk, dan capek diwajahnya. Begitu sumringah begitu merona, aku kian demam panggung. Dia terus meminta maaf, dan aku masih mengiyakan permintaan maafnya.

Setelah dia kasihkan ke aku kotak itu langsung saja dia bilang terimakasih, dan aku bilang terimakasih juga sepersekian detik lebih lambat dari dia. Ucapan sama-samanya pun hampir tak berselang sampai satu detik hampir bersamaan. Beginilah demam panggung kawan.  Serba bikin malu ataupun kringat dingin namun indah. Kebetulan pula jalan ke kelasnya kuliah samadengan jalan ketempat supplier donat, maka sekalian jalan bersama. Belum juga ada keluar kata-kata dari mulutku, belum juga dari mulutnya. Baru menjelang kelasnya dia angkat bicara, dan hanya ijin duluan. Aku mengiyakan. Sekali lagi kutoleh wajahnya, dia juga memandangku. Senyuman yang sangatlah menawan bertubu-tubi membius mulutku. Sekali lagi sembil merubah arah dia minta ijin duluan, kali ini yang terakhir diekori oleh sebutan “dadaaa..” lembut sekali. “Dadaaaa” jawabku melemas.
Lainkali lagi aku barusaja dari wi-fian di comlabs. Mendung tak terkira tak meyakinkan, aku tetap masih terpaku pada HP Mini yang lagi membuka jendela mozila firefox dan YM. Tiba-tiba saja layar HP mini ini ditempeli oleh Kristal-kristal air gerimis. Lokasi hotspot ini memang hanya Cuma tenda kecil.  Jadi gerimis tertiup anginpun sangat mengganggu aktivitas. Semenit kemudian tak etrtahankan hujan turun, pantulan air hujan di lantai menyembul keatas bagaikan titik-titik kecil membantu suasana menghancurkan moodku. Kuputuskan menutup kembali segala aplikasi di HP miniku, semua tertutup dan kumatikan. Kutaruh dalam tas HP mini itu lalu kupindah tempat, namun sama saja. Meja-meja tempat hotsot tampak basah karena rintik-rintik kecil pantulan hujan tersebut.

Aku kini berada di depan comlabs. Menunggu hujan reda untuk buru-buru ketempat kuliah. Lama, dan membosankan.  15 menit tak kunjung lewat juga dan aku masih terdiam. Tak sedikit orang yang senasib denganku, sekian banyak anak yang harus menunggu hujan reda sepertiku karena tak ada paying dalam tas mereka. Mungkin bukan karena lupa mereka bawa payng, namun karena volume tas mereka takkan muat jika ditambahi payung. Rata-rata isi tas mereka adalah laptop merek ternama, textbook, dan tugas-tugas makalah ataupun fotokopian-fotokopian diktat diktat.

15 Menit kumenunggu, kutoleh kekananku. Jarak 3 meter ternyata dia, Naja  sedang menunggu hujan juga. Tak kulihat tadi sebelumnya. Tampak gundah menunggu hujan yang tak kunjung reda itu. Pasti dia buru-buru kuliah juga. Aku berpikir sebentar, dan kuputuskan untuk menegurnya.

“Naj,”

Dia menoleh, lalu senyumnya mengembang.

“Eh, kamu Di,”

“Darimana Naj?”

“Em, habis sholat. Kamu?”

“Ini dari situ, eh malah kehujanan,” Kataku smbilmenunjukkan arah tenda hospot disamping gedung bernama comlabs itu.

“Ow,”

“Mau kuliah?”

“Iya ni, jam 2 lagi,”

“Ah santai lah, ini kan masih jam setengah 2,” hiburku menenangkan.

“Ya kalau sekarang bisa langsung reda, kalau sampai jam 2 ga reda gimana coba?”

“Hehehe..” Jawabku hanya tawa karena tak bisa kusanagkal lagi kata-katanya.

“Sendirian aja?” Tanyaku

“Iya ni,” dia jawab pertanyaanku dengan tersenyau. Entah apa maksudnya.

“Oh, saying aku ga bawa paying ni..hehe”

“Iya, aku juga lupa tadi. Orang tadi pagi kayaknya cerah.hehe”

“Hehehe..” Jawabku binging mau Tanya apa lagi. Namun otak ini seakan lagi bisa menahan dan tak demam panggung.

“Kuliah dimana?” Tanyaku.

“Di GKU barat, kamu?”

“Di labtek 5, 9303” sehabis itu tak ada percakapan lagi.

Kami hanya bagaikan orang yang biasa-biasa saja tanpa komunikasi, hanya aku yang sekali-kali mencuri-curi pandang melihat wajahnya yang ayu.

Tiba-tiba dia berbalik kebelakang, entah ada apa dibelakang. Dia masih sempat melayangkan sebuah kata “Bentar ya Di,”

Aku  mengembangkan senyum padanya yang saat itu menoleh kepadaku. Dia balas lagi senyumku. Kemudian dia tampak buru-buru masuk ruangan comlabs tadi.

Saat keluar eh tenyata dia sudah bersama temannya yang membawa paying.

“Aduh, sori ya Di, aku tinggal dulu. Aku takut telat nih.’ Dengan wajah agak malu dia bicara padaku.

“Oh iya, silahkan aja. Paling bentar lagi aku juga ada teman. Hehehe kamu duluan aja.”

Senyumnya merekah lagi. Badannya yang agak mungil jadi kayak ayam kehujanan. Merunduk dibawah payung temannya yang badannya juga sama-sama mungil, berlari kecil-kecil menghindari genangan air hujan.

Tak lama berselang dia pergi dari kejauhan terlihat temanku jalan dengan payung cantiknya. Entah kenapa cowok seperti dia payngnya cantik. Aku terselamatkan sampai kelas idak basah kuyup.

Setelah jam kuliah dimulai dalam kantongku bergetar handphonku. Kubuka ternyata sebuah sms dari naja.

“Gimana?Kehujanan gak?haha. Maap yaa tadi duluan. Takut telat aku.hohoho”

Aku merasa tersanjung akan perhatiannya padaku. Aku  senang dia memperhatikanku.

Lagi-lagi aku pulang saat hari mendung, tak ada yang menyenangkan ketika hari gelap gulita tanpa kawan matahari. Langit terlalu sempit untuk parker-parkir awan yang selalu bergerak. Kutujukan arah untuk pergi ke tempat yang namanya comlabs. Menanti hujan-hujan yang turun di tenda-tenda comlabs.

Saat kumemasuki area free hotspot pasti disitulah banyak anak-anak pecandu internet berkumpul tanpa harus tahu atau kenal kanan kiri mereka. Ehm, saat baru melangkah beberapa meter saja aku tertarik akan warna pink yang paling mencolok diantara yang lain. Ya Allah, Naja? Hmm. Bukannya dia sekarang ada kuliah, ah ngga juga kan masih jam setengah empat. Setahuku dia kuliah jam  4 sore saja.

“Naja…” Aku mulai dengan sapaan.

“Eh Hadi… “

Sayangnya tak ada lagi tempat lainnya yang kosong didekatnya. Aku mengalah pada orang-orang yang tak mengenal atau kukenal.

Hanya itu yang kuucapkan untuk wanita yang jelita itu. Lalu aku pergi kebelakang, hanya ada satu tempat kosong. Ya lumayan jauh juga sih sama si Naja, namun masih bisa melihatnya dari jauh. Hahaha. Sungguh elok wanita itu, dari bajunya aja yang warnanya terang mencerminkan hati yang terang benderang bercahaya. Ah, entah apa yang ada dalam pikiranku sekarang, karena setiap indah yang kurasa adalah karena dia. Pikiranku telah buta, dan aku tak bisa menyalahkan kebutaan iitu.

Mulai kunyalakan HP Miniku, sinyal wifi terdetek dengan baik, masukkan account AI3 dan para freaker internet mulai sibuk dengan dirinya sendiri. Aku, aku sendiri sebenernya freaker juga. Namun aku tak sebegitu freak sama yang namanya internet. Terbukti karena aku tak mau bermalam-malaman dikosan untuk sekedar online di facebook atau main game online. Semuanya normal.

Kali ini ada beberapa motivasi aku buka facebook. Yang pertama Naja pasti lagi OL. Yang kedua aku suka membuka profilnya dan mengikuti semua updatean darinya. Hahaha, licik benar kau Di. Dan benar, naja pasti ol, di field chat aku klik punya naja, dan “Ehm, woy udahan ngenetnya. Sana kuliah. J” lansung meluncur ke chat miliknya.

Naja: “Hehehe, ntar ah jam 4 kuliahnya. Eh, kamu ngenet juga ya..”

Aku: “Iya lah, masa ke comlabs mau makan.hehe”

Naja: “Owh, krain mau sholat. Kan belakang ada musholla.hehe”

Aku: “Aku udah kok, kamu udah?”

Naja: “Udah juga, btw kamu dimana sih?”

Aku: “Hmmm, dimana ya? Ya di comlabs lah. Kan tadi liat.hehe”

Naja: “Iya, maksudku disebelah mananya?”

Aku: “Aku bisa lat kamu kok,hehe?”

Naja: “Beneran nih, dimana?”

Aku: “Coba liat ke belakang deh. Hehe”

Lama juga dia bales chatku. Tak kulihat dia barang menoleh ke aku. Waw, ada apa gerangan? Lalu kukirimkan chat kosong.

Aku pandangi dia lagi dari belakang, dan terlihat gadis ayu berbusana merah jambu yang dari belakang pun terlihat cantik. Lalu tak lama kemudian dia menoleh kebelakang, sebebtar mencari-cari. Dan akhirnya aku tersenyum, dia tersenyum. Senyum menemukan kita dari jarak 15meter menjadi hanya 15centimeter.Tangannya melambai, dan aku membalas lambaiannya. Isyaratnya melambaikan kata “hai”. Ah “hai”? kayak baru kenal saja dia, entah lupa  atau apa tak tahu.haha yang penting kubalas dengan “hai juga..”

Begitu dia kembali duduk, dan tak tahu apa yang  sedang dia kerjakan. Dia sendiri mulai sibuk dengan dirinya sendiri, aku mulai sibuk dengan diriku sendiri pula. Dari chat facebook yang ada di bar bawah kuketahui dia masih online. Namun tiba-tiba saja aku dapet pesan darinya.

Naja: “Udah dulu yah, aku mau kuliah dulu. Dadaa..”

Lalu kubalas biasa saja yaitu “dada juga.”

Hati ini tak puas hanya dengan dada lewat chat. Kulayangkan pandangan jauh kedepan, dan kudapati dirinya mulai berkemas-kemas. Yang kutahu dia sudah mematikan laptopnya. Sudah tak ada nana Naja di kontak yang online. Setelah kuamati lama dan dia sudah beres, dia berbalik kearahku. Lagi mata dan mata itu bertatapan. Ampuni aku ya Allah, begitu besar keindahannya namun semata-mata itu hanya milikMu. Dia tampak terburu karena langit mulai meneteskan gerimis-gerimis kecil. Dia teersenyaum padaku sekali lagi, aku balas. Dan tampaknnya dia sedang berbicara. Yang aku dapat dari pantomimiknya dalah kata-kata “Aku duluan ya, mau kuliah, udah keburu hujan ni..” lalu kembali senyumnya mengembang. Subhanallah Astaghfirullah.. Manis pisan. Dosa apa hamba Kau beriak cobaan yang maha dahsyat begini Ya Allah. Aku balas dia dengan pantomimic juga, aku bermaksud mengucapkan “Iya, ati-ati ya..” Semoga saja dia tak menyalah artikannya juga. Setelah itu juga sekali lagi dia berikan senyum yang tak kalah manis disbanding yang tadi. Astaghfirullah.. Tapi hidupku tampak berada di awing-awang.

Dia pergi begitu saja, dan aku mengikuti gerakannya dari mata sampai dia berbelok ke tempat yang tak bisa terjangkau oleh mata yang hanya bisa menerima sensor lurus. Tak bisa dan tak ada gelombang cahaya yang membelok-belok.

NB : Kisah yang sebenarnya mungkin lebih indah atau justru ini hanya berlebihan saja. Aku hanya seingatku aja.hehe Mungkin juga karena efek euforia atas kemenangan perasaan yang berbunga-bunga..hehehe

Ditulis tanggal 10 Februari sampai tanggal 11 Februari 2010 oleh Penulisjalanan

Tinggalkan komentar