Opini : Menilik Kembali Ancaman


Sebuah ancaman itu kian nyata, sudah dekat seperti maut. Sekali sentuh, mati.

Beginilah dunia jika manusia sudah lupa pada sesama. Jerat modal membuat negeri memikirkan diri sendiri. Modal yang bagimana? Modal atas segala pembangunan di eranya. Salah? Pasti. Pernah kulihat di sebuah tayangan kabar buruk, bahwa dunia nanti akan dikuasai korporasi, bukan pemerintahan. Sekali lagi ancaman terbesar ada pada dunia ekonomi. Neoliberalisme menantang dengan congkak. “Siapa lawan kami selanjutnya setelah kita mampu mengontrol kebijakan?”

Bukankah kalian sudah mengamati, sekian banyak orang terkaya di dunia itu berdarah zionis. Mereka bukan lama lagi akan menguasai dunia melalui pemodalan. Uang yang mana menjadi tujuan hidup kita. Di tanah indonesia bukan hal yang baru, tentu sudah muncul sedari kemerdekaan. Kini kalau kalian melihat Papua, melalui Freeport mereka memodali eksploitasi. Hingga ketika ada perselisihan dengan gampangnya mereka mengerahkan polisi yang mutlak pertanggungjawabannya ke pemerintah cukup dengan pemberian insentif yang menggiurkan.

Dari platform perjuangan organisasi kami jelas nyata sekali bahwa kedaulatan politik bukan lagi yang utama untuk kita perjuangkan. Yang perlu mendapat perlu mendapat perhatian utama yakni kedaulatan ekonomi. Bagaimanapun terbentuknya era imperialisme dan kolonialisme baru yang kita sering sebut neokolonialisme dan neoimperialisme itu berawal dari neoliberalisme.

Manusia dibuat miskin dengan konsumsi maksimal, atau ketika sedang dimiskinkan oleh Tuhan atau maksud saya terkena bencana alam, diberi asupan yang maksimal dalam bentuk pinjaman lunak. Dengan segala keterbatasan manusia yang berkodrat individualis, gampang saja pemodal mengatur dan menggerakkan yang di sana. Lambaian tangan yang memikat dan anggun. Dewi pemuas ambisi pribadi tersenyum manis.

Kembali kekalahan bangsa sudah kian dekat. Ketika wajah politik kita rombeng oleh korupsi, lagi-lagi individualisme di atas kepentingan bangsa. Mati rasa mungkin kian menjangkit jiwa-jiwa pemikir yang gampang terlukai hatinya. Apatisme terhadap perjuangan nasib bersama kian ditinggalkan. Manusia-manusia lebih gemar mengembangkan komunitasnya. Yang di sana kini menjadi pertunjukan sandiwara kucing-kucingan. Bergilir menjadi kucing, bergilir menjadi tikusnya.

Yang paling sadis dari perilaku manusia beralih ke komunitasnya adalah ketika idenya mulai disusupi neoliberalisme. Melalui pesan sponsor mereka mendekati masyarakat. Akan sangat bahaya jika pemerintah tak turut mengulurkan dan memilih melanjutkan sandiwaranya. Privatisasi komunitas kian berkembang menjadikan sponsor sebagai juru selamat dan akhirnya dianggap sebagai Tuhan. Penuhanan ini berlanjut kepada kepatuhan menjalani kehidupan manusiawinya. Tiap korporasi punya pasar masing-masing.

Wajar jika nantinya bangsa akan berganti menjadi perusahaan. Para intelektual juga kian hari kian berorientasi pada korporasi. Perusahaan atas dasar rasa lapar. Manusia pemikir yang cerdas yang kini kita sebut sebagai insan cendikia itu sudah siap menggantungkan nasibnya pada perusahaan. Makin bonavide itu perusahaan, makin cantik hidupnya kelak. Betapa bangsa dilupakan. Atas nasib dan masa depan yang gemilang, manfaat hanya kita pakai untuk diri sendiri. Untuk kepuasan individu dan keluarganya.

Apa jadinya bila para pengambil kebijakan terkontrol korporasi dan cenderung menikmati sandiwara yang sedang diketawai oleh pemilik korporasi itu sendiri, rakyat jelata dimagneti pemodal-pemodal, dan kaum intelektual bakal menggantungkan nasibnya ke perusahaan bonavide? Sepi, negara menjadi sepi. Lalu kian hari menghilang. Benar, bangsa akan hilang. Bangsa akan mati.

Nantinya negara-negara kian bernama General Motor, Facebook, Google, Allianz, Vodafone, Conoco Philips, Santander, dan lain-lain. Terlihat kini di timur tengah muncul korporasi Qatar Foundation, ingin menjadikan negara sebagai foundation.

Lalu siapa perdana menteri, presiden, parlemen itu? Mereka hanyalah kartu remi yang sedang dimainkan. Mereka akan kita tertawakan dalam sebuah permainan tepok nyamuk atau gebrakan. Atau akan bermain Werewolf dimana disebuah kampung terdapat penjahat bernama werewolf dan polisi yang mengungkap kejahatan. Pada umumnya politik bukan lagi jadi komoditas, melainkan permainan untuk cucu dan buyut kita.

20022012